Selamat Datang Di Bandar Uyah

Wednesday, December 6, 2017

LINTASAN SEJARAH BLAMBANGAN 4

LINTASAN SEJARAH BLAMBANGAN 4

Foto Ilustrasi sumber Foto
Ketika Prabu Hayam Wuruk masih berkuasa, sempat mengangkat seorang putra dari istri selirya sebagai penguasa di daerah bang Wetan atau Blambangan sekitar tahun sebelum Prabu Hayam Wuruk wafat. (Marwatidjoened Poesponegoro/Nugroho Noto Susanto Sej. Nas. Ind. II hal. 440). Berarti masa jabatan sebagai penguasa di daerah bang Wetan tersebut setelah masa kekuasaan keluarga Sri Kresna Kapakisan berakhir.
Sepeninggal Prabu Hayam Wuruk tahta Kerajaan Majapahit dipegang oleh menantu sekaligus kemenakan Hayam Wuruk, yaitu suami dari Kusumawardhani.
Beberapa catatan serta tulisan dari beberapa pakar sejarah maupun yang terdapat dalam Negara Kertagama Slamet Mulyono hal. 147 Pupuh IV, V, VI, memperkuat adanya sebuah kerajaan di bang Wetan yang dikuasai oleh putra Hayam Wuruk dari istri selir tersebut.
Dalam makalah Drs. Abdul Choliq Nawawi disebutkan dalam Seminar Sejarah Blambangan tanggal 9-10 Nopember 1993, sebagai berikut :
"Dalam Pararaton disebutkan, bahwa dari istri selir (rabihaji) Hayam Wuruk memperoleh seorang putra, yaitu Bhre Wirabumi. Karena ia lahir dari istri selir, maka ia tidak berhak atas tahta Kerajaan Majapahit. Walaupun demikian, ia masih diberi kekuasaan oleh ayahnya untuk memerintah di daerah bagian timur, yaitu di daerah Blambangan" (Hasan Djafar. 1978.45).
Selanjutnya disebutkan pula tentang temuan tinggalan sosial budaya yang berupa struktur candi bentar sebagai berikut :
"Dari temuan tinggalan sosial budaya yang berupa struktur candi bentar (Pura Luhur Trianggulasih) dari bahan batu karang dan sebuah batu bertuliskan huruf yang di artikan huruf L dan angka tiga dalam huruf Jawa Kuna gaya Majapahit di tengah kawasan hutan lindung Alas Purwo (Semenanjung Blambangan) desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi ini mungkin data tekstual tentang Blambangan yang tercantum dalam Negara Kertagama, Pararaton, Suma Oriental tersebut di atas adalah mengacu pada temuan situs masa akhir Majapahit ini, sebagai pusat pemerintahan Bhre Wirabumi."
Dan diteruskan dalam halaman berikutnya tentang keberadaan Kerajaan Blambangan tersebut sebagai berikut :
"Dari Pararaton ini pula kita memperoleh kesan bahwa sepeninggal Hayam Wuruk, kerajaan dibagi dua bagian, yaitu kedaton kulon yang diperintah oleh Wikrama Wardhana dan kedaton wetan (Kerajaan Blambangan) yang diperintah oleh Bhre Wirabumi." (Sejarah Blambangan di Banyuwangi sekitar abad XV-XVIII, kajian berdasar data arkeologis dan ethnohistoris hal. 8-9).
Pada tahun 1400 Wikrama Wardhana mengundurkan diri dari pemerintahan dam mengangkat Suhita sebagai Raja Majapahit yang hal ini sangat ditentang oleh Bhre Wirabumi. Inilaih yang menjadi pangkal kericuham di Majapahit, hingga aikhirya berkembang menjadi peramg terbuka yang terkenal dengan nama "Paregreg”. Dalam pertempuran kalah menang silih berganti, namun aikhirya Bhre Wirabumi harus bertekuk lutut dan melarikan diri, yang akhirya dapat tertangkap dan dipenggal kepalanya oleh Raden Gajah (Bhra Narapati) : naga lar menahut wulan: 1406 M.
____________________________
Catatan Penulis
Sampai sejauh ini, pembahasan dalam Lintasan Sejarah Blambangan (1, 2, 3, 4) sebenarnya belum sama sekali menyentuh Sejarah Kadipaten Balumbung apalagi Kerajaan Blambangan. Dan, sebagaimana biasa penulis terus menerus menghubung2kan kesimpulan yg di-gebyah-uyah, bahwa SEMUA YANG DI TIMUR = BLAMBANGAN.
Dengan pendapat seperti itu maka wajar jika kemudian terjadi pemaksaan bahwa; Lamajang Tigangjuru dan Kedhaton Wetan di Pamotan dan Kerajaan Mandala Wirabhumi adalah sama dengan Balumbung dan Blambangan.


No comments:

Post a Comment