BANYUALIT, BANJIR DARAH YANG TERLUPAKAN 1
Foto Ilustrasi
Dalam buku Perebutan Hegemoni Blambangan DR. Sri Margana menulis:
• Penyerahan kawasan Java Ooesthoek (yaitu Malang, Probolinggo, Pasuruan, dan Blambangan kepada Kompeni), berdasarkan klaim teritorial kuno Mataram, yang sebenarnya jauh dari realitas politik aktual. (41)
• Banyualit banjir darah pada 31 Maret 1768
• Penyerahan kawasan Java Ooesthoek (yaitu Malang, Probolinggo, Pasuruan, dan Blambangan kepada Kompeni), berdasarkan klaim teritorial kuno Mataram, yang sebenarnya jauh dari realitas politik aktual. (41)
• Banyualit banjir darah pada 31 Maret 1768
Penyerahan Java Oosthoek dari Pakubuwana II ke VOC
Sultan Pakubuwana II, baru berumur 15 tahun ketika diangkat menjadi Sultan Mataram (1726-1749) menggantikan Amangkurat IV (1719 -1726). Sultan Pakubuwana II adalah putra Amangkurat III, karena masih terlalu muda dan kurang mampu dalam pemerintahan, Mataram terus dilanda perebutan kekuasaan. Bahkan pada tahun 1742, pemberontak berhasil merebut ibukota Mataram Kartasura.
Kartasura dalam keadaan hancur luluh lantak, dan Pakubuwana II, kemudian mengungsi. Untuk merebut kembali tahtanya Pakubuwana II meminta bantuan VOC dan VOC menyodorkan sebuah perjanjian, yaitu menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC.
Pada tahun 1743 VOC dapat menumpas pemberontak dan mendudukan kembali Pakubuwana II sebagai Sultan Mataram. Untuk melunasi hutang-hutang biaya perang itulah Pakubuwana II antara lain menyerahkan Java Ooosthoek (Pasuruan, Malang, Probolinggo, Blambangan).
Karena pada saat itu Pasuruan, Malang, Probolinggo masih dikuasai oleh keturunan Untung Suropati yang tidak pernah tunduk pada kekuasaan Mataram, demikian juga Blambangan tidak pernah ditundukan oleh Mataram dan bahkan pada 1736 sampai dengan 1762 mengalami masa Kertayoga, dalam keadaan aman makmur tentrem, kertaraharja (Drs I Made Sudjana, Nagari Tawon Madu 35).
Pada tahun 1625, Mas Rangsang (cucu Panembahan Senopati) mengirim expedisi militer ke Jawa Timur, melibatkan 30 ribu prajurit. Sultan mampu menguasai sebagian besar Jawa Timur dan Madura, tetapi tidak menaklukan kedaton Giri. Penyerbuan ke Blambangan juga kurang berhasil meskipun, Sultan Agung membawa 5.000 penduduk Blambangan Barat ke Mataram.
Orang Blambangan yang dikenal sakti (digdaya) dijadikan percobaan senjata. Apabila senjata itu dapat melukai wong Blambangan, maka senjata itu lulus sebagai senjata sakti. Wong Blambangan juga menjadi umpan dalam penyerangan ke Batavia pada tahun 1628–1629.
Bahwa Blambangan belum dikuasai Sultan Agung, sesuai dengan pernyataan Sultan Agung yang dikutip Sir Stanford Raffless bahwa, masih ada dua kerajaan yang paling berbahaya belum terkalahkan yaitu Sumedang dan Blambangan... (Thomas Stanford Rafless Hystori of Java, 509).
Bersambung...
No comments:
Post a Comment