BLAMBANGAN MEMBARA 7 TAMAT
foto ilustrasi
Singomanjuruh menjadi Singojuruh.
Di Mandala Timur, pimpinan perang dari Blambangan, Singomanjuruh (veteran perang Malang), pengawal Adipati Malang dan Blitar memimpin perang dengan heroik bertempur sampai titik darah penghabisan dan gugur.
Pada tempat gugurnya dipersembahkan namanya, Singomanjuruh, tetapi kemudian kita mengenalnya SINGOJURUH.
Di Mandala tempur Timur 700 orang pasukan dan dua Komandan Perang (Sangkil dan Vasco Keling) meninggal mengenaskan, dan dua Komandan perang Kompeni Leitnant Monro dan Imhooff terluka kena panah beracun warangan yang tak bisa ditangkal sehingga telah menyebar dalam tubuhnya, menjadikan darah menggumpal dan menyumbat aliran darah, mematikan syaraf, menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
Kedua orang itu mengerang kesakitan semalam suntuk, dengan tubuh secara perlahan membiru. Team kesehatanpun tidak mampu mengobati.
Sedang Leitnant Schaar dan kapten Alap Alap, terhindar dari kematian
Puputan Bayu.
Puputan Bayu.
Pil pahit tgl 18 Desember 1771 mengingatkan tentara VOC veteran perang Wong Agung Wilis, bahwa Blambangan adalah MAWAR BERBISA (negeri yang lebih indah dan subur serta sangat bernilai dibanding Mataram, tetapi menyebarkan maut setiap saat).
Dalam perang WONG AGUNG WILIS yang besar itu, Kapten van Reiyks, Mayor Blanke, dan Mayor Coop de Groen, melayang nyawanya bersama ribuan pasukan gabungan.
Pengalaman buruk itu pada tanggal 18 Desember, membuat Kompeni memperkuat serangan pagar betis, dan penyerbuan tanpa henti pada tanggal 19 Desember. Serangan brutal dan tanpa ampun.
Prajurit Blambangan yang tertangkap digantung dipohon atau dibakar hidup hidup. Dalam serangan brutal ini De Kornet Tinne tertembak peluru, Leitnant Schaar terjebak cula kemudian tertebas pedang.
Serangan ke Bayu semakin gencar dan perlawananpun tak kunjung reda. Kini tinggal Kapten Hinrich di Mandala Barat dan Kapten Alap Alap di Mandala Timur.
Kapten Alap Alap memahami benar aturan Manggala Majapahit. Dan ingin secepatnya meraih kemenangan. Maka kudanya melesat mendahului pasukan dan menantang P. Rempeg Jagapati.
Sebagai ksatrya Blambangan, adalah keharusan untuk menghadapi tantangan, walaupun semua pimpinan perang Blambangan menghalangi karena diyakini sebagai jebakan Kompeni.
Dengan mengenakan pakaian kebesaran Blambangan, P. Rempeg Jagapati menyongsong kedatangan Kapten Alap Alap. Sebuah perang tanding menggunakan pedang terjadi. P. Rempeg Jagapati berhasil melukai tubuh Kapten Alap Alap, dia oleng dan hampir jatuh tetapi bersamaan dengan itu, pasukan Kompeni menghujani tembakan ke P. Rempeg Jagapati. Tubuh Pangeran bersimbah darah, tetapi masih tetap bertahan di kudanya, mengarahkan pandangan sinis ke Kapten Alap Alap, ternyata Kompeni tetap saja pecundang.
Emosi Kapten Alap Alap membara, teriak histeris menyesali perbuatan Kompeni, kudanya terkejut dan melempar Kapten Alap Alap ke tanah dan mati naka gagal mati sebagai Ksatrya (Mati dipedang Lawan).
Demikian juga P. Rempeg Jagapati gugur dalam laga Ksatrya. Bersamaan dengan itu, serbuan dalam jajar mandala Gelombang Samodra prajurit Blambangan tak terbendung menggempur karang pasukan Kompeni yang jumlahnya berkali kali lipat dengan persenjataan yang lebih modern.
Tidak ada kata menyerah bagi Ksatrya Blambangan, yang ada hanya BELAPATI, SETYA A NAGRI.
Inilah perang sampai titik darah penghabisan dan sampai semua prajurit gugur (PUPUTAN BAYU)
Menjelang bang bang kulon, ketika matahari memerah disebelah barat, medan pertempuran telah selesai. Anak dan ibu lari masuk hutan Indrawana, dalam ketakutan dan isak tangis yang memilukan. Bayu tiba tiba mendung, tiada suara, sunyi, sepi, suara anginpun tidak terdengar. Alampun Bayupun bersedih, menangis, hujan rintik-rintik membasahi bumi Dengarlah suara alam ini dengan hati mu.
(T A M A T)
No comments:
Post a Comment