Selamat Datang Di Bandar Uyah

Thursday, December 28, 2017

BLAMBANGAN MEMBARA 4

BLAMBANGAN MEMBARA 4

ilustrasi foto
Pemberontakan Pseduo Wilis / Pangeran Rempeg Jagapati[Cerpen Sejarah]
Setelah Kompeni melumpuhkan pemberontakan Wong Agung Wilis dan membuangnya ke Banda, kompeni semena mena menghapus kerajaan Blambangan dan membelah Blambangan menjadi dua wilayah; Blambangan Barat meliputi Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Blambangan Timur (Banyuwangi).
Kompeni juga mengangkat para Bupati dari luar Blambangan.
Rakyat Blambanganpun marah dan perlawanan kepada VOC tidak pernah surut. Pemberontakan di seluruh Blambangan kini mengerucut menjadi pemberontakan/perjuangan yang lebih besar sebagai kelanjutan perjuangan Wong Agung Wilis dibawah pimpinan Pangeran Jagapati/Rempeg yang berpusat di Bayu.
Seperti Wong Agung Wilis, P. Jagapati juga seorang pimpinan yang Kharismatis. Usaha Biesheuvel (Resident Blambangan) memadamkan pemberontakan ini dengan kekuatan Kompeni di Blambangan gagal total. Pemberontakan ini menjadi lebih berkobar karena ternyata Wong Agung Wilis dengan bantuan Rencang Warenghay yang telah bertempur di selat Madura bersama pimpinan armada Blambangan Ditya Jala Rante telah berhasil melarikan diri dari Banda dan sampai di Bali dengan selamat.
Dari Bali wong Agung Wilis mendukung perjuangan. Maka pemberontakan P. Jagapati/Rempeg segera meluas ke seluruh Blambangan (Jember, Bondowoso dan Situbondo).
Para Bupati dan pejabat yang diangkat oleh Belanda yaitu Sutanegara, Wangsengsari, Suretaruna, juga memihak pemberontakan ini karena dengan beban upeti yang dituntut VOC serta tidak tahan melihat perlakuan Komandan Pasukan Kompeni terhadap rakyat Blambangan, selain merampas harta rakyat juga melakukan tindakan tak bermoral pada wanita Blambangan.
Pada bulan Juni 1771, ketiga tokoh tersebut ditangkap dan dibuang ke Sri Langka. Pembuangan tokoh2 ini malah memperluas dan memperbesar kekuatan pemberontak.
Pasukan Kompeni frustasi menghadapi pemberontakan ini dan 74 anggotanya melakukann disersi. Bersamaan dengan itu Colmond berhenti dari jabatannya. Sebuah bencana bagi pemerintahan Kompeni.
Oleh karena itu pada 22 September 1771 Gubernur Jendral dan Dewan Hindia Belanda di Jakarta memutuskan Perang Semesta dengan Blambangan atau Tumpes Kelor/Membunuh semua unsur perlawanan terhadap VOC.
Kompeni bertekad melibas pemberontakan itu dengan melakukan serangan dari dua arah. Yaitu pengiriman pasukan melalui laut langsung ke Banyuwangi dan pengiriman pasukan lewat darat melalui Lumajang.
Gelar pasukan melalui laut yang dipimpin oleh Leitnant Montro dan Innhoof.
Dalam gelar pasukan ini juga terdapat Vasco de Keling pimpinan pasukan reguler Kompeni, Sangkil pimpinan pasukan Surabaya, Kapten Alap Alap (orang Madura yang menjadi perwira lokal Kompeni) pemimpin pasukan 2000 pasukan Madura.
Gelar pasukan dari darat Kompeni dibawah pimpinan Kapten Kreygerg, Kapten Henrich, Letnan Fisher, Leuitnant DE Kornet Tinne (Perwira muda lulusan Akademi Militer Perancis yang tersohor di dunia) dan Singa Manjuruh senopati dari Malang menyerbu dari dari Lumajang dan Panarukan.
Pimpinan pasukan Blambangan Mandala Barat R. Mas Puger Surawijaya dan istrinya Sayu Wiwit mendahului menghancurkan Benteng Jember dan membunuh pimpinan benteng Steenberger, dan terus melaju menghancurkan pos penjagaan Kompeni sampai ke Lumajang.
Pimpinan Blambangan lainnya yaitu Lebok Samirana memimpin pasukan ke Puger, Mas Ayu Prabu menghadang di Panarukan. Tetapi karena pasukan Kompeni berlapis lapis akhirnya pasukan VOC mengalahkan pasukan Blambangan. R. Mas Puger Surawijaya terbunuh bersama ribuan tentara Blambangan (Lumajang, Panarukan/Situbondo), Sentong/Bondowoso, dan Kedawung/Jember) gugur ke bumi pertiwi.
Kematian R. Mas Puger Surawijaya, mendorong Pangeran Jagapati (Rempeg) di Bayu untuk mengirim pasukan sandi dipimpin Sradadi dan Jagalara (Kawan seperjuangan Baswi dalam perang Surabaya) untuk membalas kematian tersebut dengan membunuh Biesheuvel resident Blambangan di Ulu Pampang.
Biesheuvel yang dirundung kegagalan merendam pembrontakan Blambangan selalu murung dan gelisah. Pada malam itu Biesheuvel tak sekejappun tertidur, kemudian dia menggeragap berteriak ketakutan (karena kawan kawan yang mati mengenaskan dalam perang Wong Agung Wilis muncul dalam mimpi).
Lewat tengah malam dia memanggil pengawal untuk menemani ke beranda lojinya. Hanya sekejap di Loji, sebuah peluru mendesir di pelipisnya, dan sebuah panah menancap di kaki.
Sradadi dan Jagalara dari pasukan sandi Blambangan telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Biesheuvel mengejang, tubuh membiru, dan mati mengenaskan. (Nopember 1771)
Hendrick Schophoff kemudian diangkat sebagai pimpinan Blambangan menggantikan Biesheuvel dan kemudian segera menetapkan strategi menumpas pemberontakan Pangeran Jagapati/Rempeg:
Pertama: Pasukan kompeni di Mandala Timur harus mempertahankan posisi, dan Pasukan Kompeni di Mandala Barat harus mempercepat perjalanan menuju posisi tempur di Timur.
Kedua: Bumi hangus persedian pangan dan desa wong Blambangan maka seketika itu, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi menjadi lautan api.
Dua setengah bulan Kompeni mengepung Banyuwangi namun tanda tanda berakhirnya perang belum juga nampak, sesuatu yang memalukan bagi Kompeni dan mengguncang Batavia.
Maka tepat pada tgl 14 Desember 1771, Kompenipun menetapkan penyerbuan ke Benteng Bayu dimulai dan HARUS MERUPAKAN SERANGAN MEMATIKAN.
Bersambung ...

Sumber Tulisan 
Publisher : Bandar Uyah 

No comments:

Post a Comment