BANYUALIT, BANJIR DARAH YANG TERLUPAKAN 2
foto ilustrasi
Peta kekuasaan Sultan Agung dan kompeni.
Setelah menaklukan sebagian Jawa Timur dan Madura, R. Mas Rangsang menggunakan gelar “Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati Ingalaga Abdurachman Sayidin Panatagama".
Setelah menguasai sebagaian Jawa Timur dan Madura, Sultan Agung berkoalisi dengan Kesultanan Cirebon dan Banten menyerbu VOC di Batavia. Sayang penyerbuan mengalami kegagalan. Tetapi Mataram tetap kokoh berdiri, dan Sultan Agung meneruskan perlawanannya kepada VOC.
Pada tahun 1636 sampai dengan 1640, Sultan Agung sekali lagi menyerang Jawa Timur dan Blambangan. Penyerangan ini menurut DR. Sri Margana lebih menyerupai perampokan daripada pendudukan (Perebutan Hegemoni Blambangan, 40).
Tahun1646 Sultan Agung wafat dengan penuh kewibawaan dan digantikan putranya, dan bergelar Amangkurat I. (1646 sd 1677).
Berbeda dengan Sultan Agung, putra yang menggantikannya, dikenal sebagai raja TIRAN (DR. Sri Margana. PHB 37 dan Trilogi Genduk DUKU JB. Mangunwijaya) sehingga banyak penguasa bawahannya yang bangkit melawan raja Tiran ini.
Salah satu pemberontakan yang terkenal dipimpin Trunojoyo. Walaupun Amangkurat I meminta bantuan VOC, namun Trunojoyo dapat menguasai keraton Mataram dan memaksa Amangkurat I mengungsi dan mati di Tegalarum (1677).
Sejak Amangkurat I, Mataram selalu dirundung perebutan kekuasaan yang tidak pernah berhenti.
Sebagai pengganti diangkat putranya sebagai Amangkurat II, karena dalam pengasingan maka kekuasaan dipegang Pangeran Puger. Pangeran Puger mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
Tetapi Amangkurat II (1680–1703) dengan bantuan VOC menurunkan Pangeran Puger. Bantuan VOC ini menurut WS Rendra dalam satu diskusi yang digagas REPUBLIKA, harus dibayar mahal, yaitu menyerahkan kewenangan maritim pantai utara Jawa ke VOC, maka sejak itulah kekuatan Maritim Jawa hancur.
Disisi lain ketidak puasan di internal juga tidak bisa diatasi dan pemberontakan tetap berlangsung. Ketika Amangkurat II wafat dan kekuasaan diserahkan pada putranya Amangkurat III (1703).
Sekali lagi Pangeran Puger/Mas Drajat melakukan pemberontakan. Kali ini VOC mendukung Pangeran Puger sehingga dapat merebut tahta dari Amangkurat III, dan Amangkurat III melarikan diri ke Jawa Timur berlindung pada Adipati Untung Suropati.
Pada tahun 1704 dengan bantuan VOC Pangeran Puger, diangkat sebagai Paku Buwono I dan memburu Amangkurat III di Jawa Timur..
Tahun 1708, Sultan Amangkurat III ditangkap, dan dibuang ke Ceylon/Srilanka.
Pada tahun 1719 Pakubuwono I meninggal dan digantikan putranya dengan gelar Amangkurat IV. Putra Amangkurat III, melakukan pemberontakan. Dan dapat merebut tahta, kemudian naik tahta dengan gelar Pakubuwana II (1723).
Pada masa Pakubuwana II, pemberontakan muncul kembali malah pemberontak dapat memakzulkan Pakubuwana II. Pakubuwana II kemudian meminta bantuan VOC, dan VOC menekan dengan perjanjian yang sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram pada VOC selama belum melunasi hutang biaya perang).
Pada 1743, Ibukota Kartasura dapat direbut dari tangan pemberontak dalam keadaan luluh lantak.
Karena itulah kemudian Pakubuwana II menyerahkan Java Oosthoek (Pasuruan, Malang, Probolinggo, dan sebagian Lumajang) dan Blambangan pada VOC.
Setelah penyerahan Java Oosthoek, ternyata tidak serta merta membuat VOC mampu merebut daerah tersebut, karena kuatnya kedudukan keturunan Untung Suropati di Pasuruan, Malang, Probolinggo.
Di pihak lain Blambangan malah membangun hubungan dengan Inggris.
Disamping itu ternyata VOC tidak mampu membuat Mataram reda dari perebutan kekuasaan, walaupun VOC mengendalikan seluruh kekuasaan Mataram. Raja Mataram diangkat dan digaji oleh VOC. Kekacauan politik, terus berlangsung.
Disamping itu ternyata VOC tidak mampu membuat Mataram reda dari perebutan kekuasaan, walaupun VOC mengendalikan seluruh kekuasaan Mataram. Raja Mataram diangkat dan digaji oleh VOC. Kekacauan politik, terus berlangsung.
Setelah pengangkatan kembali Pakubuwana II oleh VOC, P.Mangkubumi memberontak kembali dan berlangsung selama 10 tahun sampai masa Pakubuwanna III.
Kemudian ditanda tangani Perjanjian Giyanti pada tgl 13 Februari 1755 dan Mataram terbelah menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogjakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan Ngayogjakarta bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
Setiap penyelesaian peperangan, selalu mempertajam kuku kekuasaan VOC menancap tajam.
Tetapi pada tahun 1757, perpecahan kembali terjadi antara R. Mas Said (Pangeran Sambernyawa) dengan Pakubuwono III, VOC, dan Hamengkubuwono I.
Akhirnya ditanda tangani perjanjian Salatiga, Mataram dipecah lagi. R.Mas Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Surakarta .
Dengan demikian, menjadi jelas pernyataan DR. Sri Margana, bahwa Mataram tidak pernah menguasai Malang, Probolinggo, dan Blambangan.
Bersambung
No comments:
Post a Comment