Selamat Datang Di Bandar Uyah

Friday, December 29, 2017

BLAMBANGAN MEMBARA 5

BLAMBANGAN MEMBARA 5

Ilustrasi Foto
Satya A Nagari
Gelar pasukan VOC dari Barat segera bergegas menuju ke timur, menemui Mayang, Kalisat. Desa-desa Blambangan sepi, demikian juga pasukan Kompeni yang menyerbu dari timur juga menemui Banyuwangi, tanah Perdikan Pakis, Lugonto juga sepi. Loji Kompeni di Muncar sudah tidak terawat lagi, Keradenan hanya menyisakan beberapa orang tua. Tanda kehidupan hanya berupa berkibarnya kain hitam yaitu tanda berkabung atas wafatnya R. Mas Puger Surawijaya dimedan pertempuran Barat.
Pagi dini hari 14 Desember Pasukan Kompeni, dibawah pimpinan Kapten Kreygerg, Kapten Heinrich, Letnan Fisher, De Kornet Tinne telah mencapai Gunung Raung. Pimpinan pasukan Blambangan Ledok Samirana yang kalah di Puger membelot ke pihak Kompeni.
Di Raung tentara Blambangan dibawah pimpinan Baswi, Sayu Wiwit, Sradadi, dan Yestyani menghadang Kompeni.
Sedangkan pasukan kompeni dari arah Ulupampang (Muncar) tentara Kompeni dibawah pimpinan Leitnan Inhoff, Leitnan Montro, Vasco de Keling, Leitnan Schaar, Sangkil, sedang dari arah Ketapang, pimpinan pasukan adalah Kapten Alap Alap.
Kedua kekuatan ini bertemu di Lugonto dan terus melaju ke Barat. Pasukan Blambangan menghadang di Lemahbang Dewo, Alasmalang dan Gambor yang dipimpin Singomanjuruh senopati kompeni dari Malang yang membelot untuk mendukung Blambangan bersama Mas Ayu Prabu, Gusti Tangkas (pasukan Bali) dan Rempeg Jagapati.
Ketika matahari telah mencapai sepenggalah, medan barat dan medan timur dikejutkan dengan melesatnya ratusan ribu anak panah disertai bunyi tembakan dan dentuman meriam. Pasukan Kompeni di Raung tidak siap. Roboh berjatuhan terkena terjangan mesiu, dan panah beracun.
Mereka yg terkena anak panah mengejang kesakitan kemudian tubuhnya biru. Kompeni langsung membalas serbuan tersebut dengan tembakan gencar bedil dan Kanon, yang gelegar dentumannya seakan membelah bumi Raung. Seketika serangan Blambangan berhenti dan sunyi. Maka dengan teriakan kemenangan pasukan Kompeni mengejar pasukan Blambangan menerobos masuk hutan……
Ternyata tidak ada satu mayatpun yang ditemukan dan membuat pimpinan Kompeni tidak mampu menahan malu dan marah.
Belum lepas marah dan malu, tiba2 muncul serbuan tawon yang membuat tentara Kompeni kocar kacir Kompenipun masuk dalam jebakan Songga (Bambu Runcing beracun, yang apabila terinjak menusuk dari dua arah) dan apabila terjatuh terkena Cula, (bambu runcing beracun 10m), keduanya mengakibatkan kematian yang menyakitkan, tubuh mengejang kemudian membiru, membuat hutan Raung penuh teriakan kesakitan, sumpah serapah, dan jeritan yang mengerikan.
Di medan timur, Sangkil terkena songga, dan Vasco de Keling, terjerembab kemudian terkena cula, kejang dan mati. Leitnant Montro terserempet panah bahunya dan leitnant Inhoof terkena panah dipelipis kirinya, (luka kecil yang dikira tidak membahayakan ternyata menyebabkan kematian). Inilah gelar perang Supit Urang yang dimodifikasi oleh Baswi, mantan Veteran Perang Surabaya, dan guru Wong Agung Wilis .
Leitnant Montro dan Inhooff tidak dapat lagi menahan marahnya, dan akibatnya tujuh orang pemandu jalan dipenggal kepalanya.
Sementara di medan Barat Kapten Kreigerg marah besar, dan menganggap Lebok Samirana sengaja menjebak Kompeni, kemudian menembak Lebok Samirana berkali kali sehingga darah muncrat dari seluruh tubuhnya.
Kapten Kreigerg yang telah bertempur dari Lumajang membaca Strategy Blambangan dan oleh karenanya melakukan jebakan. Dalam aturan manggala yudha Majapahit jika panglima perang sudah saling melihat maka menjadi kewajiban pimpinan perang langsung berhadapan dalam perang tanding satu lawan satu. Maka Kreigerg pun berusaha menampakan wajahnya, dengan teriakan perang dan matanya menyapu medan dan menatap mata pimpinan perang Blambangan Baswi.
Maka seketika darah Ksatrya Blambangan itu mendidih, dan memacu kudanya menyerbu Kapten Kreigerg. Kapten Kreigerg jangankan maju, malah mendapat perlindungan ketat dari serdadu Kompeni dan Baswi menjadi makanan empuk peluru Belanda. Sekujur tubuhnya penuh luka tembak tetapi Baswi masih mampu mengibaskan pedang dan membunuh tentara kompeni.
Ketika sebuah tembakan Kanon tepat mengenai Baswi, maka Baswi bersama kudanya terpental melayang ke langit. Dan hanya sebuah teriakan singkat: "Satya A Nagari" terucap dari bibirnya.
Desak nafas terakhirnya membawa suara itu ke langit Biru.
(Bersambung...)


Sumber Tulisan 
Publisher : Bandar Uyah 

No comments:

Post a Comment