Selamat Datang Di Bandar Uyah

Saturday, September 17, 2016

LEKRA SRIMUDA di Banyuwangi sebagai Alat Politik PKI Pada Tahun 1950-1965

Partai politik membutuhkan berbagai perlengkapan kelembagaan yang dapat memperbincangkan dan menyebar luaskan rencana-rencana dan kebijakan pemerintah. Pada masa Demokrasi Terpimpin,perlengkapan kelembagaan itu muncul dari tiga partai besar di banyuwangi yaitu PNI, PKI dan NU lengkap dengan segala macam organisasi bawahannya.
Dalam dunia budaya dan seni, PKI diuntungkan dengan keberadaan Lembaga kebudayaan rakyat (Lekra). Lembaga kebudayaan rakyat (Lekra) sejak tahun 1950 telah menekankan pentingnya politik dalam perjuangan kebudayaan. Lekra menyatakan dengan tegas konsepsinya mengenai kebudayaan rakyat. kesenian adalah alat yang ampuh untuk menarik perhatian, menghimpun dan mempengaruhi massa.PKI mendirikan Lekra, PNI memiliki LKN dan NU membentuk Lembaga Seniman Budayawan Indonesia (Lesbumi) Kekayaan seni budaya Banyuwangi memudahkan Lekra untuk berkreasi dan dicintai masyarakat hingga bisa menjadi alat mobilisasi massa partai PKI pada pemilu tahun 1955,
Lekra memiliki organisasi musik yang diberi nama SRIMUDA (Seni Rakyat Indonesia Muda) pendirinya tidaklah lain Moh. Arief, Slamet Menur dkk. Berkat Srimuda Lekra bisa berkembang pesat tidak hanya dikota namun hingga ke pedesaan. Tiap kelompok anggotanya 30 orang, terdiri atas pemain angklung, pesinden, dan penari Srimuda. Lagu wajib yang dibawakan oleh seniman Srimuda adalah genjer-genjer yang tidak lain ialah ciptaan Moh. Arief. Banyak lagu ciptaannya yang disukai masyarakat bukan karena iramanya saja yang khas, tapi juga isinya yang progresif. Hit genjer-genjer mampu mengangkat Srimuda berkembang pesat dan diterima masyarakat. Jumlah cabang Srimuda bertambah mencapai angka 34 diseluruh Kabupaten Banyuwangi. Cabang-cabang Srimuda yang kian subur ini bernaung dibawah Lekra.
Perekrutan anggota Srimuda tidak dibatasi oleh umur melainkan di bagi kedalam anggota, calon anggota dan simpatisan. Anggota ialah yang menjadi kader Partai Komunis Indonesia, calon anggota ialah yang akan menjadi anggota dan simpatisan ialah mereka yang hanya simpati saja. Upah yang diterima para anggota Srimuda biasanya dibagi oleh pimpinan kelompok sesuai jumlah anggota namun terkadang juga tidak menerima bayaran, hanya mendapatkan makanan saja tanpa mempedulikan upah karena memang masa tahun 1950-1960-an Indonesia mengalami krisis pangan.
Kostum yang digunakan para seniman Srimuda biasanya menyesuaikan tema pertunjukkan misal bertemakan pak tani kostumnya juga menyerupai seorang petani dengan membawa cangkul, caping, dan baju seadanya selayaknya seorang petani. Srimuda juga ikut berperan dalam menyampaikan ideologi-ideologi komunis dan berprinsip berjuang untuk rakyat yang tertindas baik dalam segi ekonomi maupun politik
Lagu genjer-genjer menjadi lagu yang hit di era orde lama dan menjadi lagu wajib di setiap pementasan Srimuda. Selain genjer-genjer masih banyak lagi lagu-lagu yang diciptakan oleh para seniman Srimuda seperti Kapitalis Birokrat (KBK), Cep Menengo, Angklung Soren, Adik Ojo Nangis, Paman tani, Nderes Karet, Rantag, Emas-Emas, Lintang Kemukus, Nandur Jagung dsb. Lirik lagu ini berbahasa Osing dengan diiringi angklung daerah Banyuwangi. Isinya merupakan himbauan untuk bergotong royong dan bersatu membangun negeri, persoalan mengenai keadaan ekonomi yang krisis dimana harga beras naik terus. Selain itu para petani menuntut agar orang yang memiliki tanah lebih, tanahnya dibagi-bagi sesuai Undang-undang bagi hasil
Lagu diatas sebagian besar diciptakan oleh Moh.Arief, Moh Arief adalah seorang petani, pengarang lagu dan seniman angklung. Setelah merdeka ia bergabung dengan pemuda sosialis Indonesia yang kemudian menjadi Pemuda Rakyat. Pada tahun 1950-an dia masuk dalam Lekra dan menjabat ketua bidang seni drama. Setelah pemilu 1955, Arief diangkat sebagai anggota legislatif setempat dari perwakilan seniman.Lagu-lagu tersebut berbahasa Osing yang mendayu-dayu, diiringi musik angklung yang khas, syair-syairnya mengandung makna himbauan yang menjadi pembangkit semangat patriotik bagi kaum proletar yang menyuarakan kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Seni Angklung yang diminati masyarakat menjadi pemikat antusias massa untuk menonton, menjadi simpatisan atau lebih dari itu. Lagu-lagu ciptaan seniman Lekra Banyuwangi yang dibawakan oleh para seniman Srimuda sarat akan muatan politik PKI.
Dukungan tersebut jelas tergambar dalam bait baitnya, seperti di bawah ini:
Paman tani dino gede dino riko man
Tanggal pat likur september yo paman 
Wong hang duwe tanah keliwat ukuran 
Diwatesi geno kabeh keduman 
Paman tani ojo mandeg nong dalan 
Berjuang geno gelis katekan 
Undang-undang adum hasil biso kaleksanan
Yo pak tani mak tani berjuang

Lagu yang berjudul paman tani diatas merupakan ciptaan seniman lekra Banyuwangi yang menggambarkan situasi waktu itu pemerintah membuat Undang-Undang Pokok Agraria dimana disebutkan bahwa penentuan tanah serta pembagiannya ditujukan sebanyak mungkin kepada petani yang tidak bertanah. Undang-undang ini diperjuangkan oleh BTI dengan melaksanakan Aksi Sepihak. Isi lagu ini memperlihatkan akan keberpihakan Lekra terhadap PKI,
sumber@buku Koleksi BTD ~ LEMBAGA KEBUDAYAAN RAKYAT (LEKRA)DI BANYUWANGI PADA TAHUN 1950-1965 ~ AMURWA PRADNYA SANG INDRASWARI


Group Fb : Banjoewangie Tempoe Doeloe


No comments:

Post a Comment